Minggu, Februari 12, 2012

Bengkel Gigi..

Bengkel gigi..
Istilah yang saya pakai di artikel ini untuk membahas penggunaan behel (kawat gigi) untuk merapikan gigi.
Ya, saya adalah salah satu pengguna jasa bengkel gigi. Tiba-tiba saja saya ingin membagikan hal ini.

Belakangan ini, pengguna behel di Indonesia semakin banyak, terutama sejak ada isu tentang 3B untuk jadi 'gaul' yaitu BB, Behel dan BMW atau versi satunya lagi yaitu BB, Behel dan Belah Tengah (untuk rambut). Apakah saya memasukkan gigi saya ke jasa bengkel gigi untuk memperoleh predikat semacam itu? Tentu tidak.

Baiklah, saya ingin menjelaskannya untuk kalian para pembaca blog ini. Saya ingin membagikannya, terutama jika teringat dengan pertanyaan, "Ko kamu dibehel giginya, kenapa?" yang diajukan oleh salah satu teman yang telah memakai behel lebih dulu. Saya merasa seolah-olah pertanyaan itu diajukan karena saya mengikutinya (ini hanya asumsi saya sesuai nada pertanyaannya saat itu, walaupun belum tentu begitu).
Ini adalah flash back perjalanan saya mempertimbangkan pemakaian behel.

Sebenarnya waktu kecil, sejak kecelakaan pada saat umur 5 tahun, saya datang ke dokter gigi di Bandung sambil menemani ibu saya yang kehilangan 4 giginya akibat kecelakaan tersebut. Saat itu, saya juga diperiksa dan ada gigi di bagian bawah yang dicabut (semoga ingatan saya tidak salah). Dokter gigi tersebut mengatakan bahwa gigi bawah saya ada yang tidak rapi dan saat kelas 3 SD, saya harus kembali untuk mencabut gigi bawah tersebut. Namun, di kemudian hari, saya tidak pernah kembali lagi ke situ.
Lucunya, pada saat saya kelas 2 SD, saya pernah mengalami suatu accident dengan gigi atas saya, yaitu gigi seri utama bagian kanan. Waktu itu, teman saya yang bernama Fiska, yang lebih pendek dari saya, tiba-tiba menggerakkan kepalanya dengan cepat dan secara tidak sengaja membentur rahang saya hingga gigi seri tersebut lepas begitu saja. Saat itu saya hanya bisa menangis dan berpikir betapa kerasnya kepala teman saya itu.

Selanjutnya dalam perkembangan gigi saya, gigi bagian atas saya tidak rapi seperti gigi saya waktu kecil, terutama di bagian gigi yang lepas itu. Jadi, bertahun-tahun saya tetap berpendapat bahwa gigi saya menjadi tidak rapi karena insiden tersebut. Tampaknya saya harus meminta maaf pada Fiska ^_^.

Waktu terus berlalu dan akhirnya sudah kelas 3 SMA. Ya, sebelumnya bukan berarti saya belum pernah ke dokter gigi. Beberapa kali saya pergi ke dokter gigi bersama ayah atau ibu saya. Merekalah yang berkepentingan, tetapi sekaligus melakukan konsultasi terhadap gigi saya. Saat itu saya masih belum memikirkan masalah gigi. Saya berpikir, it's ok lah. Berikutnya, saya mulai berpikir untuk membetulkan gigi saya. Satu hal yang baru saya dapatkan saat kumpul keluarga pada waktu Imlek. Om saya, kakak dari ayah, mengatakan bahwa seharusnya gigi saya dikawat, seperti adik sepupu saya. Di situ saya baru mengetahui bahwa pendapat saya selama ini salah. Gigi saya seperti ini karena memang ada faktor keturunan dari keluarga ayah saya. Banyak orang di keluarga ayah saya yang memiliki gigi tidak rapi. Sementara, gigi yang maju ke depan saya dapatkan dari ibu saya. Kompleks bukan? Akhirnya saya dan ayah saya pergi ke Tasikmalaya, ke tempat dokter gigi yang merawat gigi adik sepupu saya. Waktu itu, saya tidak jadi dibehel karena saya sudah diterima di IPB, Bogor. Oleh karena itu, dokter tersebut menganjurkan saya untuk memasang behel pada dokter gigi di Bogor.

Waktu pun berlalu dan akhirnya saya melanjutkan pendidikan di Bogor. Saya sama sekali tidak ingat akan dokter gigi. Sekalipun saya ingat, saya tidak melakukan usaha apapun karena saya tidak tahu dan tidak mencari tahu dokter gigi di Bogor. Saya sempat ke dokter gigi saat libur semester di Purwokerto. Dokter tersebut sangat menganjurkan saya memasang behel. Namun, saat itu gigi saya hanya dibersihkan karangnya.
Selanjutnya, tidak ada usaha apapun mengenai hal itu. Terlebih karena berikutnya saya terkena TB, sehingga harus mengeluarkan banyak uang untuk pengobatannya.

Juni 2011, saat kakak wisuda di ITB, saya menginap beberapa hari di rumah om saya, adik dari ibu. Saya berjalan-jalan ke pasar, ke gereja, dan berbincang-bincang dengan tante saya. Saya merasa seperti menjadi anak perempuannya, mungkin itu karena tante saya tidak memiliki anak perempuan sehingga saya mendapat perlakuan yang sangat istimewa. Setelah saya pulang, tante saya yang lain mengatakan kepada ibu saya bahwa tante saya yang di Bandung menyayangkan gigi saya. Tante menganjurkan gigi saya untuk dibehel, bahkan tante mau menanggung biaya pemasangan behel tersebut. Ibu saya mengatakan pada saya bahwa kalau saya mau, saya bisa dibehel dengan uang dari ibu saya sendiri. Saya merasa ucapan tante menjadi pemancing ibu saya. Berikutnya, ibu dan ayah saya mengatakan bahwa saya lebih baik dibehel di Bandung di dokter gigi yang baik kualitasnya. Untuk memperoleh informasi itu, saya diminta menghubungi om dan tante.

Saya berpikir sebentar. Melihat gigi saya yang terlihat semakin tajam perbedaannya dan gigi atas yang terdesak di belakang, saya mulai mempertimbangkan hal itu. Terlebih lagi, gigi yang terdesak itu terkadang terasa pegal. Saya khawatir jika gigi tersebut benar-benar terdesak dan akhirnya lepas, saya tidak bisa membayangkan hal itu. Oleh karena itu, saya berpikir saya akan mencoba memakai behel setelah berkonsultasi dengan dokter gigi. Apalagi, sekarang saya sudah cukup santai jika dibandingkan dengan kesibukan si semester yang lalu.  Akan tetapi, saya berpikir kalau saya dibehel di Bandung, saya akan mengeluarkan uang lebih banyak lagi, karena biaya transportasi untuk perjalanan bolak-balik yang rutin dilakukan. Saya akhirnya mencari informasi dari adik kelas saya yang menggunakan behel. Dia merekomendasikan dua dokter gigi. Saya memilih dokter gigi yang sama dengan dia.

Mungkin banyak teman-teman yang merasa aneh dengan pilihan saya. Ya, saya memilih untuk memasuki bengkel gigi di klinik Mitrasana, daerah pasar Bogor, di jalan antara Botani Square dan Bogor Trade Mall. Ini memang cukup jauh, tetapi saya memilihnya karena sudah ada bukti dari adik kelas saya. Selain itu, saya juga bisa sekaligus refreshing. Seandainya itu jauh, saya pikir itu lebih baik daripada saya ke dokter gigi di Bandung. Berikutnya, saya bersyukur karena dokter gigi saya sangat ramah, meskipun tegas juga, dan seperti ibu saya.

Baiklah, sekarang sudah tiga bulan saya memakai behel. Dokter mengatakan bahwa gigi saya kasusnya cukup sulit dibandingkan kasus lainnya karena kasus keturunan dan cukup lama dibiarkan. Jadi, saya harus sabar. Tiga bulan yang lalu, pertemuan pertama adalah konsultasi. Dokter menanyakan apakah saya ingin dibehel atau tidak. Sebab, kalau saya tidak yakin, dokter tidak akan memasangnya. Dia tidak mau kalau gigi saya justru semakin rusak setelah dibehel. Begitulah. Akhirnya, saya memakai behel.

Behel adalah bengkel gigi. Ini dilakukan bukan untuk bergaya, melainkan untuk memperbaiki yang rusak. Behel mungkin buat sebagian orang adalah sarana bergaya. Tapi, jika seperti itu, saya berpikir mengapa untuk bergaya saja harus mengeluarkan begitu banyak uang dan begitu banyak penyiksaan? Bahkan saya melihat salah satu teman saya, yang tidak merawat dengan baik, akhirnya giginya tidak semakin bagus malah semakin hancur. Ada sedikit rasa sakit dan pengontrolan makan saat memakai behel. Ada perlakuan khusus dalam menyikat gigi dan lain sebagainya. Jika hanya untuk bergaya, untuk apa? Merepotkan diri saja. Lain halnya dengan gigi yang memang bermasalah dan butuh perbaikan.

Setelah tiga bulan, sudah mulai ada perubahan yang signifikan dengan gigi saya. Ini adalah tampilan gigi saya sesaat sebelum dibehel dengan gigi saya setelah 3 bulan dibehel. Maaf jika agak kurang sopan atau agak menjijikan atau mengerikan. Masih cukup lama perawatan yang harus saya lakukan untuk mencapai hasil akhir, tentunya. Dan yang terbaru adalah tampilan gigi saya setela 4 bulan. Jauh terlihat lebih rapi. :)

Gambar 1. Gigi sebelum behel

Gambar 2. Gigi setelah 3 bulan behel

Gambar 3. Gigi setelah 4 bulan behel

Gambar 4. Gigi setelah 4 bulan behel atas + mulai behel bawah

10 komentar:

  1. Setahu saya, biaya itu tergantung kondisinya. Untuk kasus saya yang kerusakan susunan giginya cukup parah, behel atas dan bawah biayanya 5juta rupiah. Penggantian kawat 100ribu setiap ganti, sedangkan penggantian karet warna behel tidak bayar. Penanganan khusus, misalya pembersihan karang gigi dan pemasangan ring masing2 100ribu. Selain itu, penggantian kawat permanen menjadi kawat nonpermanen di tahap akhir, umumnya kena biaya sekitar 750ribu. Sebagai contoh, biaya yang saya habiskan sampai saat ini (sudah mulai memasuki tahap akhir, termasuk biaya rontgen gigi) sekitar 7,2 juta. Tapi, untuk kerusakan yang lebih ringan tentunya lebih ringan biayanya.
    semoga info ini bisa membantu, thanks

    BalasHapus
  2. sangat bermanfaat sekali, bisa minta alamat email / fb nya? mau tanya-tanya pengalamannya selama menggunakan ortodontik? thanks GBU

    BalasHapus
    Balasan
    1. boleh saja..
      fb saya Derbie Octania Suryanto.
      u'r welcome n Gbu 2

      Hapus
  3. Boleh tau nama dokter tempat pasang behelnya?

    BalasHapus
  4. Mba mau nanya klinik mitrasana itu tepatnya dijalan apa ya? saya tinggal di bogor juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya lupa nama jalannya mba. Lokasinya, kalau dari BTM ke arah pintu gerbang KRB, lanjut terus sedikit ke arah botani. Ada di dekat jembatan. Sebelah kanan jalan kalau dari arah BTM.

      Hapus