Sabtu, April 07, 2012

Perjalanan ini... episode 2

Wah teringat dengan perjalanan pada waktu pulang kemarin.
Beginilah pengalamanku.

#22 Maret 2012
Aku: "Wah besok Nyepi, libur, uhuy, hari ini bakal pulang. Kira-kira nanti sore jam berapa ya selesai praktikum?" Ternyata pukul 5 sore kurang sedikit baru praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka selesai. Dengan ditemani seorang teman, segera meluncur dengan motor menuju kos tercinta. Setibanya di kos, aku segera mandi, cuci piring, beres-beres, dan berangkat.
   
Aku berangkat 17.30 dari Kos Puri Madani, Badoneng Darmaga Bogor.Wah kondisi jalanan macet parah seperti biasanya, apalagi besok libur. Benar-benar harus sabar, apalagi posisi duduk tidak nyaman sehingga aku ingin muntah. Akhirnya, sampai di Terminal Baranangsiang pukul 19.00. Bus Kampung Rambutan via tol segera kunaiki dan jenis bus yang ini belum pernah kunaiki sebelum-sebelumnya. Di dalamnya banyak sekali orang-orang Batak, tebakanku begitu, dilihat dari bentuk muka dan logat bahasa. Akhirnya saya tertidur karena lelah, dan saat membuka mata, ternyata sudah sampai di Kampung Rambutan.

Saat saya turun, saya melihat bus Gapuraning Rahayu sedang keluar terminal. Saya segera mengejarnya, dan saya melihat ada satu orang yang masuk. Saya pikir saya masih bisa masuk. Saya mencoba membuka pintu bus, tapi ternyata sudah sangat penuh dan saya tidak diijinkan naik. Saya melihat sepasang kakek nenek yang hendak naik juga. Karena mereka tidak mendapat tempat juga, mereka kembali duduk di trotoar. Saya pun mendekati mereka. Mereka ternyata hendak ke Ciamis, dan biasa naik GR juga sama seperti saya. Akhirnya kami menunggu bersama. Di situ saya baru tahu bahwa mereka itu ibu dan anak, bukan sepasang suami istri. Saya berbincang dengan mereka. Sang anak ternyata fasih berbahasa Indonesia, sementara sang ibu hanya bisa berbahasa Sunda. Untunglah orang tua saya juga berasal dari tanah Sunda, sehingga saya sedikit bisa berbahasa Sunda dan mengerti apa yang dikatakan sang ibu.

Bapak itu mengatakan bahwa mereka sudah menunggu selama satu jam, dan baru dua bus GR yang lewat. Kami pun tetap menunggu, walaupun dalam hati saya ragu karena biasanya bus GR terakhir adalah pukul 20.00. Benarlah apa yang saya perkirakan. Setelah itu, tidak ada lagi bus GR. Saya sempat melihat bus Doa Ibu, tetapi bapak itu tetap diam, sehingga saya pun ikut diam. 

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Jarang sekali saya bisa setenang itu di terminal. Tentu karena saya tidak sendiri. Tuhan mengirimkan bapak dan ibu itu untuk menemaniku. Akhirnya, sang bapak mengajak saya masuk ke dalam terminal. Saya pun menyetujuinya. Bapak itu berjalan di depan, sementara saya menggandeng sang ibu di belakang. Kami benar-benar seperti keluarga :). Berikutnya, ibu itu kecapaian dan kami beristirahat. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke dalam lalu berhenti setelah dekat dengan pintu masuk. Kami akhirnya memutuskan naik apapun boleh jadi, asalkan bisa pulang. Akhirnya kami naik Bus Bahagia Utama jurusan Banjar, yang kondekturnya mengatakan jurusan Karangpucung. 

Dalam bus itu, tidak ada tempat untuk bertiga sehingga kami berpisah. Saya duduk di depan bapak itu, di antara dua pria, dan ibu itu duduk di sebelah saya. Pria di kiri saya adalah seorang bapak yang ramah, berencana pulang ke Sidareja. Nah, saya sempat tertegun dengan penumpang di depan saya yaitu sepasang suami istri dengan dua orang anak. Sang istri marah-marah karena menemukan SMS dari Maya yang ditujukan pada suaminya. Suaminya mencoba menjelaskan, tapi cukup berkelit. Wah benar-benar ya. Bahkan saya sempat melihat SMS itu, karena jarak tempat duduk di bus ini sangat sempit. Benar-benar tidak nyaman untuk kaki. Bus ini juga tidak ber-AC, serta harga tiketnya 60ribu, sama dengan bus GR Patas AC yang biasa saya naiki.

Berikutnya, karena saya benar-benar lelah, saya tertidur lagi. Hanya sempat terbangun di jalan tol. Ternyata macet parah. Kemudian saya tertidur lagi, dan terbangun saat sudah di tempat peristirahatan. Saya melihat jam. Wah sudah pukul 02.00. Biasanya ini sudah dekat rumah. Wah tempat istirahatnya adalah Ampera. Saya berpikir: "Apa? Ini baru di Rancaekek?!" Ternyata ini bukan di Rancaekek, tetapi di Limbangan. Saya ingin ke toilet, tetapi ternyata sangat panjang antriannya. Sudahlah, tahan saja. Setelah itu, sempat terjadi masalah saat bus parkir. Bus ini parkir sangat lama hingga menimbulkan kemacetan. Penumpang di depan saya tadi mengata-ngatai sopir. Benar-benar tidak enak didengar.

Bus mulai berjalan kembali dan saya kembali tertidur. Oh iya, saya sempat berkenalan dengan pria di sebelah kiri saya. Ternyata dia bekerja di Cikarang dan akan pulang ke rumahnya di Wanareja. Saya terbangun saat saya merasa kepanasan. Bus berhenti. Saya kira, bus sedang parkir untuk sholat subuh, tetapi ternyata macet total selama kurang lebih satu jam tanpa bergerak. Anak kecil di depan saya menangis, disusul dengan tangisan anak di belakang. mereka kepanasan. Di sini saya cukup kagum dengan bapak arogan di depan saya. Dia dapat menenangkan anak perempuan kecilnya itu. Di waktu yang sama, sang istri mengeluh dan menyesali keputusannya dalam menyetujui ajakan suaminya untuk pulang kampung. Akhirnya, mereka sempat beradu mulut sejenak, menambah kegerahan dalam bus yang memang gerah. Terlebih lagi, di dekat bus berhenti, terdapat asap hasil bakaran sampah atau sejenisnya. Setelah cukup lama, bus mulai berjalan walau hanya satu meter. Cukup baik ya perkembangannya. Oh iya, ada satu hal lagi. Pada saat seperti ini, bahu kanan jalan untuk arah sebaliknya pun diterobos oleh para kendaraan yang searah dengan kami. Tentu saja hal tersebut menambah kemacetan. Bapak-bapak di dekat saya mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang egois tanpa punya pikiran yang panjang. Di sini saya merasa tersindir dan tertampar. Kenapa? Ayah saya juga terkadang melakukan hal itu. Saya pun dalam berkendara motor di Bogor sering seperti itu, begitu juga dengan pengendara motor lainnya di Bogor saat macet.

Akhirnya bus berjalan lancar, tetapi bus kami mengikuti bus depan yang berputar balik. Akhirnya bus berputar balik, tetapi lagi-lagi bus kami lama sekali parkir sehingga menambah kemacetan (lagi). Waktu berputar balik ini, ternyata kemacetan sangat panjang, berpuluh-puluh kilometer rasanya. Akhirnya saya kembali tertidur. Waktu saya bangun, kami sudah berada di daerah Garut saat matahari mulai menunjukkan rupanya. Benar-benar pemandangan yang indah dengan udara yang sejuk dan tanpa kemacetan. Gunung yang ada di sebelah kanan pun sangat indah, ada yang berwarna cokelat dan hijau biru. Ini benar-benar cantik. Kemudian, kami beristirahat sejenak. Akan tetapi, saya malas untuk turun. Perjalanan pun dilanjutkan dan saya tertidur lagi hingga mencapai Tasik. Saya benar-benar tidak mengenal jalanan yang saya lewati, walaupun saya sering ke Tasik. Saya tertidur kembali, dan saat saya terbangun, pria di sebelah saya ternyata tidur di bahu saya. Selanjutnya, dia bangun. Akhirnya saya melihat papan bertuliskan Banjar.
Kami sampai di terminal Banjar. Lantas bagaimana dengan pasangan bapak dan ibu tadi? Mereka seharusnya turun di Ciamis, akan tetapi ini sudah di Banjar, karena bus memakai jalan tikus. Kasihan sekali mereka. Di bus ini, kondektur mengatakan Banjar habis. Akan tetapi, penumpang berkata,"Apanya yang habis? Tadi dibilang Sidareja, Karangpucung?!" Alhasil, bus pun tetap melanjutkan perjalanan meskipun sempat mogok. Bapak di depan saya benar-benar marah dan mengomel sepanjang jalan, mengutuki bus dan sopir serta menghasut penumpang lain untuk tidak kembali menaiki bus ini. Akhirnya, sang istri berbalik memarahi sang suami. Aku melihat muka-muka penumpang yang ada. Rasa-rasanya hanya saya dan pria di sebelah kiri saya yang mukanya cerah, sementara yang lain penuh dengan kemarahan, kesedihan, ataupun kekecewaan. Saya sempat berbincang dengan pria ini, dan mengatakan bahwa ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan pengalamanku saat pertama naik bus sendirian. Belum sempat saya menceritakannya, dia lebih dulu menceritakan bahwa dia juga pernah mendapatkan pengalaman tidak enak dengan harus berganti bus. Bapak arogan tadi segera menyeletuk, "Berarti sampeyan mas biang apes di bus ini." Wah, kata-katanya tajam dan menusuk serta kejam, menurutku. Untung aku belum menceritakan pengalamanku. Tapi, di sisi lain, aku juga kasihan dengan teman di sebelahku ini. Ingin rasanya mengatakan pada bapak itu, "Jaga dong omongan bapak, saya rasa setiap orang di sini pasti juga punya pengalaman sendiri tentang naik bus."

Akhirnya, teman saya pun sampai pada tempat tujuannya dan tidak lama berselang akupun turun. Aku menenangkan diri dengan makanan kesukaanku, mie ayam depan GBI, hohoho :) Sampailah aku di rumah sekitar pukul 10.40. Benar-benar perjalanan panjang yang penuh pengalaman baru.

Satu hal yang ingin kubagikan adalah, nama bus ini adalah Bahagia Utama, tetapi bus ini memberikan kekecewaan dan kesedihan pada penumpangnya, bukan kebahagiaan. Ya, seolah-olah begitu. Tapi, aku justru melihatnya sebagai bus yang menawarkan dirinya untuk ditempati oleh orang-orang yang mengutamakan kebahagiaan. Buktinya, aku dan teman sebelahku masih bisa tersenyum. Jadi, kebahagiaan bukanlah hasil dari keadaan, tapi pilihan dan keputusan untuk tetap mengutamakan kebahagiaan. Jadi putuskan hari ini, kamu ingin sedih, atau bahagia.

Ini ceritaku, mana ceritamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar